Jumat, 30 Maret 2012

Biografi Soe Hok Gie ( 1942-1969)


Soe Hok Gie adalah Orang keturunan China yang lahir pada 17 Desember 1942. Seorang putra dari pasangan Soe Lie Pit —seorang novelis— dengan Nio Hoe An. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, Soe Hok Gie merupakan adik dari Soe Hok Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman. Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta.





Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Menurut seseorang peneliti, sejak masih Sekolah Dasar (SD), Soe Hok Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Mungkin karena Ayahnya juga seorang penulis, sehingga tak heran jika dia begitu dekat dengan sastra.


Sesudah lulus SD, kakak beradik itu memilih sekolah yang berbeda, Hok Djin (Arief Budiman) memilih masuk Kanisius, sementara Soe Hok Gie memilih sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Strada di daerah Gambir. Konon, ketika duduk di bangku ini, ia mendapatkan salinan kumpulan cerpen Pramoedya: “Cerita dari Blora” —bukankah cerpen Pram termasuk langka pada saat itu?


Pada waktu kelas dua di sekolah menangah ini, prestasi Soe Hok Gie buruk. Bahkan ia diharuskan untuk mengulang. Tapi apa reaksi Soe Hok Gie? Ia tidak mau mengulang, ia merasa diperlakukan tidak adil. Akhirnya, ia lebih memilih pindah sekolah dari pada harus duduk lebih lama di bangku sekolah. Sebuah sekolah Kristen Protestan mengizinkan ia masuk ke kelas tiga, tanpa mengulang.


Selepas dari SMP, ia berhasil masuk ke Sekolah Menengan Atas (SMA) Kanisius jurusan sastra. Sedang kakaknya, Hok Djin, juga melanjutkan di sekolah yang sama, tetapi lain jurusan, yakni ilmu alam.


Selama di SMA inilah minat Soe Hok Gie pada sastra makin mendalam, dan sekaligus dia mulai tertarik pada ilmu sejarah. Selain itu, kesadaran berpolitiknya mulai bangkit. Dari sinilah, awal pencatatan perjalanannya yang menarik itu; tulisan yang tajam dan penuh kritik.


Ada hal baik yang diukurnya selama menempuh pendidikan di SMA, Soe Hok Gie dan sang kakak berhasil lulus dengan nilai tinggi. Kemuidan kakak beradik ini melanjutkan ke Universitas Indonesia. Soe Hok Gie memilih ke fakultas sastra jurusan sejarah , sedangkan Hok Djin masuk ke fakultas psikologi.


Di masa kuliah inilah Gie menjadi aktivis kemahasiswaan. Banyak yang meyakini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan termasuk orang pertama yang mengritik tajam rejim Orde Baru.


Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstrasi tahun 66 mengritik dan mengutuk para pejabat pemerintah kemudian selepas mereka lulus berpihak ke sana dan lupa dengan visi dan misi perjuangan angkatan 66. Gie memang bersikap oposisif dan sulit untuk diajak kompromi dengan oposisinya.


Selain itu juga Gie ikut mendirikan Mapala UI. Salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung. Pada saat memimpin pendakian gunung Slamet 3.442m, ia mengutip Walt Whitman dalam catatan hariannya, “Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth”.




Pemikiran dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Pikiran-pikirannya tentang kemanusiaan, tentang hidup, cinta dan juga kematian. Tahun 1968 Gie sempat berkunjung ke Amerika dan Australia, dan piringan hitam favoritnya Joan Baez disita di bandara Sydney karena dianggap anti-war dan komunis. Tahun 1969 Gie lulus dan meneruskan menjadi dosen di almamaternya.


Bersama Mapala UI Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru yang tingginya 3.676m. Sewaktu Mapala mencari pendanaan, banyak yang bertanya kenapa naik gunung dan Gie berkata kepada teman-temannya:


“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”


8 Desember sebelum Gie berangkat sempat menuliskan catatannya: “Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat.” Hok Gie meninggal di gunung Semeru tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Selanjutnya catatan selama ke Gunung Semeru lenyap bersamaan dengan meninggalnya Gie di puncak gunung tersebut.

\24 Desember 1969 Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pekuburan Kober, Tanah Abang. Tahun 1975 Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober sehingga harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan teman-temannya sempat ingat bahwa jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di gunung. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.

Beberapa quote yang diambil dari catatan hariannya Gie:

“Seorang filsuf Yunani pernah menulis … nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati

Beban Sang Tukang Bakmie. (Kisah Nyata)

~17 maret 2012~
---------------



Hari ini Tuhan sepertinya mencoba berbicara lagi kepadaku , ya seperti biasa, dengan caraNya yang unik dan tak tertebak. Kisah ini dimulai dengan si mama yang memintaku untuk mengantarnya ke rumah ex-tetangga kami, untuk menjenguk bayi mereka yang baru lahir. Setelah aku berberes sedikit, kami pun berangkat ke rumah sang ex-tetangga kami, sampainya di sana, ternyata mereka sedang pergi  untuk mengontrol kesehatan sang bayi yang ternyata sudah satu bulan umurnya ke dokter.



Yaaah, karena rambutku sudah gondrong layaknya anak band, aku pun mengajak si mama untuk pergi ke salon langganan. Singkat cerita, rambutku sudah "jarang" kembali, kami pun pulang.
Belum jauh dari salon itu, si mama melihat sebuah kios bakmie ayam, "Bakmie Muda" namanya, dia bertanya kepadaku, "Mau bakmie gak??", aku pun menjawab dengan sedikit akting berpikir, "Hmm..boleh deh..", kami pun akhirnya berputar dan mampir ke kios itu.

Ku parkirkan motorku, kami pun turun, lalu menengok ke dalam, "Gelap ya..?", kata si mama. Terlihat seorang bapak tua sedang duduk sendirian di dalam dengan raut wajah yang jujur saja mengundang simpatiku, kami pun masuk. Dengan senyum ramah dia menyapa dan bertanya, "Silahkan, mau pesan apa..?", kami duduk dan berpikir sejenak tentang apa yang ingin dipesan, akhirnya kami memesan dan menunggu, sambil si bapak tua memasak pesanan kami.



17.00 WIB -------

Aku keluarkan handphone-ku, memeriksa apa adakah pesan singkat yang masuk selama tadi di perjalanan. Lalu keluar lah dari dalam, seorang ibu - ibu yang tak kalah ramah senyumnya, "Mau minum apa..?", setelah kami memutuskan untuk minum apa, dia pun masuk kembali ke dalam untuk menyiapkannya. Belum lama ibu itu masuk, muncul dari dalam, seorang pemuda berbadan besar, berpakaian rapi dengan kemeja dan celana bahan, ku perkirakan usianya 30 tahun-an, sambil menatap tajam, dia melewati aku kepadaku menuju bapak tua tadi yang nampaknya adalah ayahnya, perasaanku bilang, ada yang salah tentangnya. Lalu ayah dan anak itu berbisik, entah apa yang diperbincangkan, aku tak mendengarnya dengan jelas.


Akhirnya sang ibu - ibu datang kembali untuk menghidangkan menu yang kami pesan. Saat ia mendekat untuk menaruh makanan dan minuman kami, aku tertegun melihat tangannya yang bergetar seperti orang yang pernah terkena atau mungkin sedang stroke , aku berharap dugaanku salah. Karena pesanan kami telah siap di meja, kami pun mulai menyantap dengan lahap, ku akui, bakmie ini sangatlah enak. 

Si bapak tua dan si pemuda sepertinya sudah selesai berbincang ku lihat, si bapak tua akhirnya membuka sebuah toples, dan memberikan sesuatu ke pemuda besar itu, pemuda besar itu pun duduk dekat si ibu dengan tenang. Singkatnya kami sudah selesai makan, kami pun ingin pulang, saat ingin membayar, ternyata wow, murah loh makanannya. Karena mama sedang tak membawa uang pecahan kecil, jadi si ibu - ibu harus menukar uang dulu ke pedagang lain di area itu. 


Aku beranjak duduk menunggu di atas motor, si ibu - ibu pun datang dari warung lain dengan kaki tertatih - tatih, ternyata benar firasatku, dia terkena gangguan saraf motorik a.k.a "Stroke". Kembalian pun sudah didapat, kami pun pamit pulang kepada mereka, senyum ramah merekalah yang membalas pamit kami.


Di perjalanan pulang, aku bertanya pada si mama, "Ma, cowo tadi (pemuda anak bapak tua) minta apa sih sama papanya?", "Tadi dia itu minta permen, kayaknya mama liat, dia itu terbelakang deh". Aku makin simpati, ya Tuhan..pikirku, berat sekali hidup keluarga tadi, sang ibu terkena stroke, sang anak terbelakang mentalnya, dan sang kepala keluarga sangat sepi kiosnya, aku terus menerus terpikir tentang mereka sepanjang perjalanan.


Sampainya di rumah, saat si mama asyik bermain di luar dengan cucu tetangga, aku duduk sendiri di dalam. Mata ini menangis  saat teringat lagi keluarga sang tukang bakmie dan setumpuk beban hidup mereka itu. Akhirnya ku putuskan akan menulis tentang mereka.


update Jam 18.00 WIB -------


Aku pergi ke rumah seorang teman untuk bertanya sesuatu, pulangnya aku iseng - iseng telusuri jalan lewat kios bakmie tadi, untuk melihat apakah di jam - jam ini, kios itu tak sepi layaknya tadi saat aku makan di sana. Ternyata cuma ada si bapak tua yang duduk di dalam, tanpa ada satu pelanggan pun....